25 Juni 2008

KEADAAN ORANG MATI

KEADAAN ORANG MATI

Menurut Alkitab manusia tidak terdiri dari tiga bagian yang terpisah-pisah, yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Lebih tepat, istilah-istilah ini mengacu kepada berbagai segi dari hanya satu diri yang berdaya hidup. Jadi jika manusia akan dibangkitkan, itu berarti bahwa tubuhnya akan dibangkitkan pula untuk hidup dalam dunia yang akan datang. Baik hidup maupun kematian menggenggam manusia seluruhnya. Hal ini dilukiskan dengan ajaran tentang hidup yang kekal dalam Alkitab. Hidup yang kekal atau immortalitas tidak berarti hidup yang takkan berakhir, tapi hidup bebas dari maut (1 Korintus 15:33; 1 Timotius 6:16)dan kebusukan (Roma 2:7; 2 Timotius 1:10). Hanya Allah yang "tidak takluk kepada maut" (1 Timotius 6:16), tapi Yesus sudah memenangkan hidup dan tubuh yang tak dapat binasa bagi manusia (2 Timotius 1:10), dan mereka akan menggantikan tubuh yang dapat mati dengan yang tidak dapat mati pada hari kebangkitan (1 Korintus 15:53-54).

Hanya sedikit yang dikatakan Alkitab mengenai keadaan orang mati. Dalam Perjanjian Lama pun manusia yang mati bukan tidak berada lagi, tapi rohnya turun ke SYEOL (dunia orang mati). Tempat ini digambarkan sebagai tempat yang paling bawah (Mazmur 86:13; Amsal 15:24; Yehezkiel 26:20), suatu negeri yang gelap gulita (Ayub 10:22), daerah yang sunyi (Mazmur 88:12; 94:17; 115:17). Di sini diterimalah orang yang baru meninggal (Yesaya 14:9-10) oleh orang mati, yang berkumpul menurut suku-sukunya (Yehezkiel 32:17-32).

SYEOL bukanlah terutama berarti tempat, tapi keadaan orang mati. Di situ eksistensi atau keberadaan mereka bukan menjadi tiada, tapi juga mereka tidak hidup, sebab hidup dapat dinikmati hanya di hadapan Allah:
SYEOL merupakan cara Perjanjian Lama menegaskan bahwa maut tidak mengakhiri eksistensi manusia. Dalam satu dua tempat Allah memberikan penyataan tambahan (kemudian hari ditambah lagi dalam Perjanjian Baru), bahwa karena Dia-lah Allah yang hidup, maka Ia takkan meninggalkan umat-Nya dalam kuasa dunia orang mati, tapi akan membawa mereka ke hadirat-Nya supaya mereka dapat menikmati hidup di situ (Mazmur 16:9-11; 49:15; 73:24; Ayub 19:25-26). Henokh dan Elia naik ke surga ke hadirat Allah, tanpa melihat SYEOL lebih dulu (Kejadian 5:24; 2 Raja 2:11).

Dalam Perjanjian Baru istilah yang diterjemahkan dunia orang mati atau kerajaan maut ialah hades (Matius 11:23; 16:16; Lukas 10:15 dab). Barangkali cerita orang kaya dan Lazarus, seperti cerita tentang bendahara yang tidak jujur, adalah perumpamaan yang menggunakan jalan pikiran Yahudi pada waktu itu, dan tidak dimaksudkan untuk mengajar kita mengenai keadaan orang mati. Petrus membicarakan tentang orang-orang yang fasik yang mati sebagai roh-roh yang dipenjara.

Penyataan bahwa maut tidak mengakhiri eksistensi manusia diperluas dalam Perjanjian Baru. Kiasan mengenai tidur sering dipakai tentang orang mati (Matius 27:52; 1 Korintus 11:30; 1 Tesalonika 4:13), dan ada ahli melihat arti yang lebih dalam ketimbang melulu kiasan ini. Kepada kita diberitahukan bahwa orang-orang yang sudah ditebus akan bersama Yesus bila mereka mati (Lukas 23:43; Filipi 1:23) dan bahwa roh-roh mereka telah menjadi sempurna (Ibrani 12:23). Paulus enggan melihat maut sebab nampak seperti suatu keadaan telanjang tanpa tubuh (2 Korintus 5:3), sehingga ia merindukan tubuh rohaniah. Tapi keengganannya itu dikalahkan oleh keyakinan, bahwa meninggalkan tubuh berarti berada bersama Tuhan Yesus, maka walaupun ia tidak mempunyai pengetahuan tentang keadaan roh manusia sesudah mati, hal itu lebih diingini ketimbang berlanjut dalam eksistensi hidup duniawi. Tujuan Allah ialah menebus manusia seutuhnya, mencakup jiwa raganya. Ungkapan seperti keselamatan jiwamu (1 Petrus 1:9; Yakobus 1:21) tidak berarti bahwa jiwa diselamatkan tanpa tubuh, karena (seperti dalam Matius 16:25)psukhĂȘ (nyawa) berarti hidup manusia yang nyata, tanpa singgungan khusus pada soal apakah ia mempunyai tubuh atau tidak (bandingkan dengan Kisah 27:10).




KERAJAAN MAUT

Bagian akhir tujuan perjalanan orang-orang yang sudah ditebus ialah bumi baru, perjalanan akhir orang-orang fasik ialah geena-gehenna (neraka), suatu istilah yang diturunkan dari kata Ibrani ge-hinnom, artinya lemban bin-Hinom yang letaknya di luar Yerusalem, tempat pengorbanan anak-anak dalam api kepada Molokh (2 Tawarikh 28:3; 33:6). Dalam tulisan nabi-nabi gehenna menjadi lambang penghakiman (Yeremia 7:31-32), kemudian hari lambang penghukuman yang terakhir. Allah berkuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka (Lukas 12:5; Matius 10:28; bandingkan dengan Matius 5:29-30). Itulah tempat api yang tak terpadamkan (Markus 9:43) atau api kekal (Matius 18:8 ).

Wahyu menggambarkan hukuman terakhir sebagai laut api dan belerang (Wahyu 20:10) yang menjadi nasib dari binatang, Iblis, dan orang-orang yang tidak diselamatkan (Wahyu 20:15). Bahwa ini merupakan bahasa kiasan terbukti dari hal bahwa maut dan kerajaan maut dilemparkan ke dalam laut api itu. "Itulah kematian yang kedua" (Wahyu 20:14). Tuhan Yesus membicarakan tentang hukuman terakhir dengan memakai kata api (Matius 13:42, 50; 25:41) atau "kegelapan yang paling gelap" (Matius 8:12; 22:13; 25:30; bandingkan dengan 2 Petrus 2:17; Yudas 13). Kedua kata api dan kegelapan merupakan lambang hukuman, tapi keduanya melukiskan suatu kenyataan yang menakutkan, jika seseorang dijauhkan dari hadirat dan berkat-berkat Allah dalam Kristus (Matius 7:23; 25:41; 2 Tesalonika 1:9). Untuk berpendapat bahwa akhirnya seluruh manusia akan diselamatkan, seperti banyak ahli modern, tidak dapat dibenarkan Perjanjian Baru.

Tidak ada komentar: